“Apa kabar kamu di alam sana? Semoga kamu bahagia di sana.”
Kepergianmu secara tiba-tiba itu membuatku seakan tak
percaya. Kutarik napas lekas-lekas dan kutelusuri baik-baik semua postingan
itu. Ini nyata.
Seperti biasa di waktu senggang, aku menelusuri beranda
salah satu sosial media. Scroll, scroll, scroll. Tak ada yang menarik. Isinya
hanya keluhan-keluhan kerasnya dunia, jauh sebelum isu SARA melanda.
Like, like, like, anggap saja bentuk apresiasiku. Sampai aku terhenti sejenak, menemukan foto, berisi wajahmu, dengan puluhan ucapan berduka cita disana.
Like, like, like, anggap saja bentuk apresiasiku. Sampai aku terhenti sejenak, menemukan foto, berisi wajahmu, dengan puluhan ucapan berduka cita disana.
“Apa ini? Bercandanya kelewatan.”
Scroll, click, scroll, click, click. Tapi ternyata aku
salah. Ini bukanlah suatu lelucon. Kamu yang dulu pernah ada di hati kini telah
pergi. Lidahku kelu, tanganku kaku. Aku tak kuasa kumenahannya. Air mataku
lolos juga. Menahan isak, aku terus mencari-cari apakah yang sedang terjadi
sebenarnya. Komentar-komentar dari kerabat terdekatnya menjadi sasaranku. Dan.
Mataku terbelalak. Pembuluh darahnya pecah.
“Hai, apa kabar?”
“Hmm... baik.”
“Nanti datang ya, tanggal 4 November, aku ada acara kecil-kecilan, aku tunggu loh, hehe...”
Sepintas teringat aku tentang pesan itu. Pesan yang aku abaikan begitu saja. Tanpa pernah tahu bahwa itu adalah suatu pertanda kepergiannya, selamanya.
Undangan itu, undangan terakhir itu, mungkin adalah salam
perpisahan darimu. Tapi bodohnya, bodoh sebodoh-bodohnya, aku mengabaikanmu,
menyia-nyiakanmu, meninggalkanmu. Tentu saja, karena keegoisanku.
Memang, waktu itu kami masih muda, baru mengenal cinta. Ah,
tidak juga, hiperbola. Aku delapan belas dan dia enam belas, terlalu belia?
Walaupun sama-sama bukan yang pertama, semua berjalan apa adanya. Perbedaan
usia memang tidak terlalu jauh, tapi sifat kekanakannya terkadang membuatku
sebal. Dia itu selalu ceria walaupun memang agak keras kepala. Pandai berteman
dan dikenal loyal. Tapi aku tahu semua kebaikannya itu setelah dia tiada,
secuek itu kah? Ya, penyesalan selalu datang belakangan.
Hari ini hari ulang tahunmu, kepala dua usiamu. Tahun ini,
tiga tahun sudah kepergianmu. Tapi Tuhan itu baik, beliau tidak ingin kamu
menahan sakit terlalu lama, oleh karena itu kamu dibawa bersamaNYA. Tenanglah
di surga, berbahagialah, semoga menyatu dengan Yang Kuasa.
“Selamat ulang tahun.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar