Cari Artikel

Jumat, 29 April 2022

Orang Itu

Apakah aku pantas bahagia? Apakah aku pantas diperlakukan seperti ini? Serius? Orang seperti aku? Jangan-jangan ini cuma khayalanku saja. Tidak. Ini nyata. Bahkan sampai saat ini pun aku masih tidak percaya.

Awal yang sama seperti yang sebelum-sebelumnya. Ah paling cuma main-main saja. Apalagi melihat isi sosial mediamu. Wajahmu yang lucu itu. Penampilanmu. Apalah aku yang seperti gembel ini. Tidak mungkin kamu benar-benar tertarik padaku.

Beberapa kali kamu mengirimi pesan kepadaku. Aku menanggapinya seperti biasa. Walaupun ada ketertarikan, tapi aku tidak berani berharap banyak.

Waktu itu, kamu mengajakku bertemu. Tiba-tiba harapan itu datang. Aku menunggumu. Tapi kamu tidak kunjung berkabar. Pupus sudah harapanku. Benar pikirku. Kamu hanya bermain-main saja. Dengan wajahmu itu, wajar kamu seperti itu.

Aku pun mencoba untuk melewatkanmu. Tapi disaat aku sudah melupakan harapanku padamu. Kamu datang kembali dengan kata maafmu itu. Aku terima, mencoba untuk percaya. 

Akhirnya kita pun bertemu. Ternyata kamu mirip dengan diriku yang dulu. Apakah kamu adalah cerminan diriku yang selama ini aku nantikan? Entah. Aku mencoba untuk menahan diri. Walaupun harapan itu muncul kembali. Aku berusaha untuk menyayangi diriku terlebih dahulu. Karena aku tidak pernah tau. Menjadi apakah harapan itu nantinya.

Percakapan kita malam itu begitu menyenangkan. Aku ingin terus bersamamu. Aku menginginkanmu. Kamulah orang itu.

*****

Dini hari pagi, kamu mengajakku bertemu. Anehnya, aku mau. Entah apa yang membuatku begitu. Kamu bercerita tentang hari-harimu. Tapi masih ada hal berusaha kamu sembunyikan. Entah apa. Kamu masih seperti biasanya. Senyum, tertawa, seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi aku tahu, betapa rapuhnya dirimu. Lalu kita berpisah begitu saja.

*****

Tiba-tiba kamu menyatakan perasaanmu padaku. Aku pun teringat akan kejadian-kejadian yang telah berlalu. Lelaki-lelaki yang cuma datang untuk mengusik ketenanganku. Apakah akan terulang kembali jika aku bersamamu. Aku pun meminta lebih banyak waktu untuk berpikir.

Lalu kamu menunjukan sisi lemahmu padaku. Bercerita tentang hal-hal yang membebani pikiranmu. Ya, benar, kamu mirip sekali dengan diriku yang dulu. Tapi, setelah itu kamu menghilang. "Berikan aku waktu untuk sendiri dulu", katamu.

Perasaan bersalah menyelimutiku. Apakah aku menyakitimu?

*****

Malam itu, di bawah pengaruh alkohol, kamu membawaku berkeliling sebentar. Cari angin katanya. Ada perasaan nyaman saat aku bersamamu. Kamu tidak terganggu dengan ketidakjelasanku, tingkah lakuku yang aneh dan kata-kataku yang layak sensor. Apakah kamu akan mengingat semua ini? Aku tidak peduli. Aku hanya sedang menjadi diriku sendiri. Aku ingin kamu tahu itu.

Aku mulai menunjukan rasa simpatiku padamu. Betapa pedulinya aku pada dirimu. Kamu berhak bahagia. Hidupmu terlalu berharga jika harus dijalani seperti itu. Kamu memelukku. Lama. Begitu hangat. Begitu rapuh.

"Jadian yuk!", ajakku

"Nggak ah."

Apa ini? Apakah aku yang terlalu percaya diri? Kenapa responmu seperti itu? Tapi tiba-tiba kamu memelukku dari belakang. Kamu menyatakan perasaanmu sekali lagi. Ah, sial!

*****

Ternyata kisahmu pun hampir mirip dengan kisahku. Apakah aku boleh berharap lebih? Aku yang awalnya tidak percaya diri, mulai bangkit kembali. Ada kamu yang sebegitunya padaku. Hal yang baru untukku. Apakah aku pantas diperlakukan seperti ini? Ini terlalu manis. Hal-hal yang aku kira cuma didapatkan oleh orang-orang good looking.

Terima kasih. Ternyata aku masih layak dicintai.