Cari Artikel

Sabtu, 29 Oktober 2016

Jawab Aku

Yang tinggal kini hanya penyesalan. Rasa sakit yang kutinggalkan malah menjadi beban. Entah apa yang terjadi, berlalu begitu saja. Aku pun tak paham, apa sebenarnya yang aku rasakan, apa yang dia rasakan. Hambar. Tapi kenapa malah menjadi beban. Apa aku baru merasakan pentingnya dirinya saat dia sudah tak lagi ada? Mustahil. Itu sudah dua tahun yang lalu.
Selama ini memang aku itu egois, seolah aku yang merasa paling menderita, seolah aku yang paling butuh kasih sayang, selalu meminta tanpa pernah memberi. Semuanya berjalan begitu saja. Tanpa tahu kasih sayang yang dia berikan tulus atau tidak. Yang aku pikirkan hanyalah masa laluku, ah, terlalu bangsat untuk diceritakan. Dia yang jelas-jelas di depanku tak terlihat sedikitpun. Ya Tuhan, kenapa Engkau baru menyadarkanku hari ini?

Mungkin waktu itu terlalu dini untuk memulai hal-hal seperti itu. Aku belum siap. Mengingat diriku yang masih belia, belum tahu apa-apa tentang cinta. Aku benci diriku, labilnya diriku, yang kulakukan hanya membanding-bandingkan mereka. Dia yang nyaris sempurna dengan dirinya yang sudah jelas kupunya.

Dan dalam waktu yang tidak sebentar itu, aku mencoba melupakan, berhasil, tapi tidak lama. Akhir-akhir ini dia terus-menerus hadir dalam mimpiku. Ada apa gerangan? Ingatkah dia padaku? Kuharap begitu. Mungkin itu hanya karena rasa bersalahku saja, sehingga aku terus memikirkannya. Tapi kenapa malah semakin menjadi? Kegelisahanku semakin menyiksaku.

Kucoba untuk mengirimkan pesan, dengan maksud menanyakan itu.

"Salahkah aku?" 
"Sakitkah dirimu?"
"Kenapa waktu itu kamu tidak menjawab pertanyaanku?" 
"Seriuskah dirimu?"
Setidaknya jawab aku, agar ini tak menjadi beban dipikiranku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar