Cari Artikel

Sabtu, 29 Oktober 2016

Beban

Tak seperti pepatah, dunia tak selebar daun kelor.

Jika memang sudah suratanNya, pasti akan bertemu kembali. Kemanapun kakimu melangkah, sejauh apapun itu, hingga ke ujung dunia sekalipun. Entah kapan, entah dimana dan dengan alasan apa. Tak dapat dipungkiri. Kebetulan kah ? Sepertinya tidak demikian. Tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Selama hidup, kita pasti bertemu banyak orang.

Mereka datang dan pergi begitu saja. Kadang seperti kilat, sekedar numpang lewat. Mungkin mereka hadir karena suatu alasan tersendiri. Ada dan tiadanya seseorang itu. Seolah ingin kita menebak-nebak, apa arti dari kehadirannya.

Secangkir kopi menemaniku malam ini. Masih sama, seperti biasanya. Kujalani hari-hariku seorang diri. Di tengah penantianku yang kian tak berarti. Hanya kepulan asap tembakau yang mampu mengobati. Pemandangan macetnya ibukota pun ikut menghiasi.

Musik tahun 70-an berkumandang, pertanda datangnya malam. Orang-orang pun berdatangan. Tak hanya satu dua orang, tak sedikit juga yang membawa pasangan. Sangat berlawanan, tak seperti diriku yang hanya berangan-angan. Membawaku kembali ke hari itu, saat-saat dimana hanya ada aku dan dia. Hanya berdua. Rasanya tak sedetikpun ingin kulewatkan. Caranya berbicara, saat tertawa, bahkan diam tanpa kata. Senyum bibirnya serta tatapan matanya, seolah keindahan dunia hanya ada pada dirinya. Membuatku bertanya-tanya.

“Sepengecut itukah?”
Atau “pantaskah aku ?”
“Salahkah jika aku memulai ?
Dan yang paling penting, “apa kau juga rasakan ?”


Berjuta kemungkinan meledak-ledak dalam kepalaku. Begitu menyesakkan, begitu menyakitkan. Bayang wajahnya selalu hadir, setiap saat, setiap waktu. Apapun yang kulakukan, dimanapun aku berada, arrggghhh… pergilah. Kuingin kau pergi. Setidaknya untuk saat ini. Perasaanku ini terlalu besar untuk kubendung sendiri.

Dan akhirnya, kini ku menyesal. Aku menyesal tak pernah jujur dengan perasaanku sendiri. Kini dia pergi, benar-benar pergi. Meninggalkanku dengan semua perasaan ini, perasaan yang terlalu lama kupendam seorang diri. Caci maki tiada henti. Meneriakkan betapa bodohnya diri ini. Begitu banyak waktu yang diberikan untukku, tentunya bersamamu. Tapi kesempatan itu terbuang dalam diam. Diam tak berucap.

Hanya karena gengsi, karena rasa takut, takut jika kau menjauh dariku. Dan pada akhirnya kau memang menjauh. Tanpa sempat kuungkapkan padamu. Yang kuharapkan hanya dirimu, kembali, mendengarkanku, katakan keluh kesahku padamu. Setelah itu pergilah menjauh, jika memang kau tak menginginkanku. Tidak, karena kaulah bebanku.­­­­­­­­­

Tidak ada komentar:

Posting Komentar