Cari Artikel

Sabtu, 29 Oktober 2016

Impian Kecilku

Berkali ku bertanya pada sunyi
Yang ku lakukan hanya menanti
Sepi dan sendiri
Nyata adanya
Ditemani bayangan
Membawaku jauh ke angan
Sunyi
Tak ada lagi
Yang kudengar hanya pikiranku sendiri
Mencoba menerka kenyataan yang terjadi
Masih sama seperti malam-malam sebelumnya. Tak pernah terlupa, bayangmu itu selalu hadir, bak menghantui. Enggan pergi. Semua ini hanya membuatku semakin berpikir. Apa arti keluh kesah ini jika tak membuatmu kembali? Ah, tidak, aku tidak menginginkanmu, aku tidak merindukanmu. Tapi kenangan saat bersamamu dulu. Tanpa malu kau rangkul tubuhku, tak ragu aku genggam erat tanganmu. Siapa yang tidak merindukan kehangatan itu? Aku hanya ingin waktu tak cepat berlalu, saat itu, selamanya ingin begitu.

Masih ku ingat diammu itu. Lucu. Itu yang ada dipikiranku. Jauh berbeda, hanya melalui pesan singkat kau banyak bercerita. Seolah tak ada habisnya. Pagi, siang, malam, tiada hentinya. Tapi entah kenapa lenyap begitu saja saat kita sedang bersama. Dan aku hanya tersipu karena kau juga pemalu. Ah, tidak, tetaplah seperti itu. Kau tak pernah tahu, aku juga begitu. Bak kehilangan kata-kata. Semua sudah tergambar jelas di pertemuan kita. Mungkin kita tak pernah menyadari bahwa kita bertemu hanya untuk melepas rindu, bertukar hangat tubuh, merasakan nikmatnya bibir ketika bertemu. Tapi bukan nafsu, hanya rindu.

Mungkin kau tak tahu keluh kesahku, betapa aku rindu. Ini adalah aku dengan ketulusan hatiku. Kuharap suatu saat nanti kita bertemu, di lain waktu, tanpa ada kecanggungan yang selalu kau tunjukan saat berada di dekatku.

Ah, ya, aku juga ingin melakukan satu hal bersamamu, impian kecilku, begitu sederhana dan yang paling penting, kau suka. Dua pasang sepatu itu, persis sama tiada beda, kita pakai bersama. Menikmati bara api masa muda berdua. Mengelilingi arena tanpa takut terluka. Karena aku percaya kau bisa menjagaku, bukan hanya bentuk fisikku tapi juga hatiku. Kaulah pelabuhan itu. Aku memang bebas berlayar ke banyak negara. Tapi aku selalu ingat aku hanya punya satu tempat berlabuh, kamu. Kuharap tak ada pelabuhan-pelabuhan lainnya.

Kau tahu? Aku itu pribadi yang bebas. Aku tak pernah mengekangmu, melarangmu atau bicara ini itu. Aku biarkan dirimu menjadi apa yang kau mau. Karena aku tahu betapa indahnya kebebasan. Ya, aku memang suka kebebasan. Tapi bukan berarti tak tahu batasan. Kau pun pasti tahu itu. Sesuatu yang berlebihan tidaklah baik. Mungkin berlaku juga pada perasaanku ini. Terlalu berlebihan padamu. Entah kenapa aku pun tak pernah tahu. Apa istimewanya dirimu? Aku terus bertanya. Tapi sayangnya tak ada yang mau mendengarku. Orang-orang hanya bisa menghakimi tanpa mau memahami.

Sampai kapan aku begini? Lagi-lagi bertanya pada diri sendiri. Aku pun tak mau begini. Sekeras apapun aku menolak, tetap saja perasaan ini muncul lagi dan lagi. Naik ke permukaan dan meledak. Siap menghancurkan apa saja. Hingga aku tak lagi berkeinginan untuk melakukan apa-apa.

Tak pernahkah kau mencoba untuk berbicara? Aku pun ingin mendengar keluh kesahmu juga. Tapi tolong, tolong hilangkan semua kecanggungan itu, buang semua persepsimu. Kita cari solusi, jangan lagi berlari karena ego kita sendiri. Entah itu akan menyakitkan atau malah sebaliknya. Entah itu yang kita inginkan atau tidak, cepat atau lambat pasti salah satu dari kita atau mungkin keduanya akan sama-sama terluka.

Aku berharap keputusan itu adalah sesuatu yang menyakitkan, mencabik-cabikku dan menghancurleburkanku seketika. Agar aku merasakan sakitnya, betapa perih lukanya, agar aku muak untuk mengulanginya, membuatku tersakiti dan tercabik sekali lagi. Setidaknya bebanku atau mungkin bebanmu juga akan berkurang, kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar