Cari Artikel

Kamis, 20 Juli 2017

Pria Dengan Potongan Telapak Kaki

Aku tidur di beranda bersama seseorang, tempat yang sangat asing, tapi wajah di pelukanku ini tidak. George! Dipikiranku terlintas bahwa kami ini sudah menikah. Aku pun semakin larut dalam pelukannya. Entah sejak kapan aku terlelap dan ketika aku bangun ada yang berteriak, "hey, bangun dan berdandanlah." Dari kejauhan samar-samar aku melihat George dengan balutan baju daerah. "Ah, tampannya", gumamku. Aku bergegas masuk ke salah satu ruangan di sana dan sepertinya aku masuk ke dalam bayangan masa kecilku.

Aku sedang menyusun keranjang-keranjang ke dalam sebuah kotak dengan dibantu oleh adikku. Tapi jumlahnya tak sesuai. Aku pun bertanya kepada adikku bagaimana caranya agar kotak itu penuh. Lalu dia menyerankan untuk mengambil stok milik perusahaan dan dia juga berkata, "tenang saja, kakak juga mengambil beberapa." Tanpa basa-basi aku pun membuka kotak itu dan mengambil beberapa. Perasaanku tidak enak.

Benar saja, salah satu karyawan itu datang dan memergoki kami. Kami pun langsung keluar dari ruangan itu. Alunan puja Tri Sandhya mengiringi kami. Aku melihat bayangan-bayangan masa kecilku, ya, tampak sedang asyik bermain-main di gudang tua ini.

Tiba-tiba, braaaakkkkkk...!!!

Bapakku berlari ke arah jalan raya. Aku pun melihat sebuah mobil yang tampaknya sedang mengalami kecelakaan. Entah bagaimana, di depannya tidak ada apa-apa. Aku melihat ke dalam mobil, tampak ada 3 orang, pengemudinya di sebelah kiri, seorang pria setengah baya. Dan dia mencoba mencongkel matanya. Kami berteriak untuk mencegahnya. Ada satu anak laki-laki disampingnya dan seseorang lagi yang tidak begitu jelas gendernya.

Belum sempat aku mendekat, ada seorang pria lainnya yang muncul sambil menenteng potongan telapak kakinya dengan rantai. Anehnya dia berjalan seperti biasa. Tunggu, wajahnya sepertinya aku kenal. Ya, itu adalah Ayah Dirma! Sambil berteriak dia menyuruh kami untuk menelepon 112. Aku panik, tanganku gemetar sehingga membuka kunci ponselku saja tak sanggup. Sedangkan perempuan di dekatku, entah sejak kapan ada di sana, berhasil menelepon 112 dengan histerisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar