Cari Artikel

Jumat, 24 Februari 2017

Hubungan

Entah, bagiku, hubungan antar manusia itu merepotkan. Memang, manusia itu adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya orang lain. Jelas, kita makan nasi, nasi dari beras, beras dari padi dan itu jasa petani. Dari awal kehidupan sampai akhir hayat pun kita memerlukan bantuan orang lain.

Ada banyak jenis hubungan di dunia ini. Hubungan dengan orang tua, saudara, tetangga, teman atau dengan binatang peliharaan. Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang memilih untuk memutuskan hubungannya dengan orang lain? Apa salah jika kita menghindari orang-orang yang bahkan hanya membuat kita tertekan? Apakah kita harus menjaga perasaan orang lain dengan mengorbankan perasaan kita sendiri?  Kita terkadang terpaksa berbohong demi menjaga perasaan orang lain tanpa sadar bahwa kita juga membohongi perasaan kita sendiri. Suatu kebenaran yang seharusnya tersampaikan akhirnya terkubur dalam-dalam hanya demi menjaga keharmonisan hubungan. Apa itu wajar? Jika memang itu kebenaran, kenapa harus dipendam? Apa karena terlalu menyakitkan?

Aku tidak tahu, berapa banyak orang-orang yang aku buang dalam hidupku. Bukan karena mereka jahat, bukan. Tapi juga bukan berarti mereka orang yang seratus persen baik. Aku juga bukan orang baik. Sifat orang itu berbeda-beda tiap individunya. Ada yang sadar akan kesalahannya, ada yang tidak pernah menyadari kesalahannya, tapi ada juga yang bahkan pura-pura tidak menyadari kesalahannya. Ada yang sebenarnya peduli tetapi tidak pandai menunjukannya, ada yang pura-pura peduli, hanya di bibir saja, dan ada juga yang benar-benar tidak peduli. Entah, aku tidak pernah tahu aku itu orang yang seperti apa. Aku hanya tidak ingin merepotkan orang lain, aku tidak mau bergantung pada orang lain, tapi bukan berarti tidak membutuhkan orang lain. Alasanya, tentu saja seperti yang aku sampaikan di awal tadi.

Selama aku hidup, selama aku dianggap berguna, aku akan berusaha semampuku. Aku tidak ingin menuntut. Aku tidak menginginkan balasan. Aku hanya melakukan apa yang bisa aku lakukan, jika itu bermanfaat bagi orang lain. Tapi apa aku tidak berhak untuk mengabaikan orang lain? Orang-orang yang tidak sepemikiran denganku, tidak, maksudku orang-orang yang tidak mau mendengar pendapatku, orang-orang yang tiba-tiba datang meminta nasihatku tetapi malah berbalik menyalahkanku dan orang-orang-orang yang membenciku tanpa tahu bagaimana sebenarnya diriku.

Yang aku pikirkan cuma satu, apakah diamku begitu mengganggu? Apakah aku merugikan orang lain? Tapi, dalam hal apa? Aku tidak pernah meminta bantuan mereka sesulit apapun keadaanku. Kecuali jika aku memang benar-benar tidak mampu, itupun aku meminta seadanya, karena, sekali lagi, aku benci merepotkan orang lain. Tahun-tahun berlalu dan aku pun tidak lagi mempermasalahkan hal itu. Ya, aku berhenti memperhatikan orang-orang itu. Terlalu mengganggu.

Ya, mungkin itu hal yang terbaik. Tetapi secara tak sadar, aku juga mengabaikan orang-orang terdekatku, keluargaku. Entah atas dasar apa. Alam bawah sadarku seakan menolak kehadiran mereka. Kenapa? Mungkin karena akulah orang yang diabaikan itu. Aku hanya ingin dekat. Tapi semua seolah terlambat. Dekat tapi terasa jauh, sangat jauh. Ini semua karena ulah mereka berdua. Hancur. Terpecah karena perbedaan pendapat. Yang satu egois, yang lainnya apatis.
Hati-hati, wanita itu selingkuh dengan hati.
Aku hanya ingin seperti orang lain, tidak, maksudku, hubungan harmonis yang dirasakan orang lain, antara mereka dengan keluarganya. Itu saja.

Kenapa? Karena tidak semua tetangga baik seperti yang ditunjukannya. Tidak semua teman dapat dipercaya. Tapi kalau anjing, sepertinya masih bisa. Lalu, tentang hubungan yang lebih intim, sebenarnya aku tidak terlalu yakin tentang hal ini. Pacar? Belahan jiwa? Pernikahan? Apakah tujuannya semata-mata hanya untuk menghasilkan keturunan? Apa itu komitmen? Lalu kenapa ada perceraian? Aku terlanjur pesimis.

Aku benci orang yang sok tahu.
Iya, itu kamu.
Tapi aku lebih sok tahu.
Jadi, silakan benci saja aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar