Cari Artikel

Minggu, 11 Desember 2016

Jedai

Minggu siang, di tengah-tengah kota. Aku duduk di teras sebuah tempat hiburan, menunggu teman-temanku datang. Bukan pelarian. Hanya saja kadang membosankan jika harus menghabiskan sebagian besar waktuku untuk bercumbu dengan pekerjaan.

Setengah jam kemudian, salah satu temanku datang dan disusul oleh dua orang lainnya. Ternyata hanya empat orang. Tapi itu saja sudah cukup. Sesekali meluangkan waktu demi mereka-mereka yang bisa dibilang teman seperjuangan, dulunya. Bagiku, rekan kerja itu adalah teman terbaik. Karena sifat-sifat asli mereka akan muncul ketika sedang menjalani pekerjaan itu sendiri. Menerima dan melayani customer, kerja sama dan interaksi sesama rekan kerja serta cara menangani komplain. Bagaimana sikap mereka, raut wajah dan cara bicara, terlihat jelas.

Lalu ada gadis kecil menghampiri kami dengan membawa barang dagangan. Tidak banyak, hanya ada jedai serta beberapa gelang dan ia menawarkannya kepada kami. Aku yang memang tidak terlalu suka memakai aksesoris semacam itu pun langsung menolak. Tapi tidak begitu dengan temanku, satu-satunya laki-laki disana.

“Berapaan, dik?”

“Lima ribu aja.”

Tiba-tiba muncul gadis kecil lainnya menghampiri dan menawarkan barang dagangannya juga. Mungkin karena iba, temanku akhirnya membeli gelang pada kedua gadis kecil itu. Haha... polos sekali mereka itu. Begitu temanku membayar, mereka langsung lari meninggalkan kami. Tapi salah gadis kecil itu kembali dan tampak malu-malu memberikan salah satu jedainya kepadaku.


Oh, mungkin aku harus lebih “wanita” lagi. Atau apalah itu. Warnanya sesuai, hijau, favoritku. Lalu aku pun menyadari, aku melewatkan sesuatu. Kesempatan untuk berbagi. Kadang aku merasa tidak punya hati.
"Tuhan bersamamu, dik. Semoga perjuanganmu saat ini memberi kebahagian suatu hari nanti."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar